Skip to main content

Hari Konvensi CITES: Ini Upaya Konservasi yang dilakukan Peneliti IPB University, Ada Spesies Baru

Aktivitas perburuan liar, eksploitasi berlebihan telah mengancam banyak flora dan fauna. Untuk itu, tanggal 6 Maret diperingati sebagai Hari Konvensi CITES sebagai peringatan perjanjian internasional untuk melindungi tumbuhan dan satwa liar.

Terkait hal itu, sejumlah peneliti IPB University dari Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) aktif melakukan penelitian untuk menyelamatkan flora dan fauna yang terancam punah.

Dr Nyoto Santoso, Ketua Departemen KSHE, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University, menjelaskan bahwa kontribusi ini menjadi sumbangsih IPB University dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia.

Ia menyebut, salah satu hasil penelitian tersebut adalah ditemukannya spesies baru lutung Sentarum, primata endemik yang ditemukan di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat.

Penelitian lutung Sentarum ini telah dimulainya sejak 2021-2023, bersama tim Fahutan IPB University, Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan (Yayasan KEHATI), dan Balai Taman Nasional Danau Sentarum.

“Spesies ini baru ditemukan di Taman Nasional Danau Sentarum pada 2018. Sementara data bioekologi baru terkumpul pada 2023,” ujarnya.

Tim peneliti IPB University juga yang mengusulkan spesies baru ini dengan nama lokal “Lutung Sentarum” dan nama ilmiah “Presbytis cruciger”. Hal ini didasarkan dari riset DNA Lutung Sentarum yang menunjukkan perbedaan lima persen dengan spesies lutung lainnya (Presbytis chrysomelas).

Tak hanya itu, para peneliti IPB University juga melakukan penelitian jangka panjang satwa endemik Papua: burung cendrawasih kuning besar (Paradisaea apoda) dan kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta). Penelitian kedua spesies langka dan terancam punah ini menggandeng PT Korindo-Tunas Sawa Erma.

Di Jawa, tim KSHE IPB University meneliti kodok merah (Leptophryne cruentata), spesies kodok yang sangat langka dan endemik. Penelitian ini bertujuan untuk perkembangbiakan kodok merah secara eks-situ di laboratorium Kampus Dramaga.

“Hasilnya akan kami lepasliarkan ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango untuk memperkuat populasi di alam,” tambah Dr Nyoto.

Penggunaan teknologi terkini seperti drone termal juga berperan penting dalam penelitian yang dilakukan tim IPB University. Misalnya, saat aktivitas monitoring terhadap gajah Sumatera, salah satu megafauna yang terancam punah di Provinsi Jambi.

Di Taman Nasional Way Kambas Lampung, tim IPB University juga telah mengembangkan Assisted Reproduction Technology (ART) untuk meningkatkan populasi badak Sumatera yang jumlahnya sudah semakin sedikit.

“Kami juga telah menerbitkan buku pedoman inventarisasi fauna dengan metodologi terkini, yakni menggunakan drone thermal dan kamera jebak. Langkah ini penting untuk mengidentifikasi populasi dan sebaran berbagai spesies fauna, khususnya fauna yang telah langka,” jelas Dr Nyoto.

Melalui buku ini, ia berharap dapat mendorong para peneliti lain untuk turut serta melakukan penelitian lapang tentang spesies fauna langka dan terancam punah. Di samping sebagai bahan pendampingan untuk staf Taman Nasional dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, Kementerian Kehutanan (BKSDA) yang tersebar di Indonesia.

Sejumlah pakar IPB University juga sering kali berbagi pandangannya dalam banyak kesempatan sesuai bidang yang dikuasai: ornithology, elang jawa, burung bermigrasi, ahli burung merak, ahli keanekaragaman hayati, ekologi, dan konservasi ekosistem mangrove.

Di tataran global, peneliti IPB University juga terus berupaya menyuarakan konservasi untuk dunia, salah satunya Prof Mirza Dikari Kusrini. Pakar di bidang herpetofauna menjadi salah satu inisiator terbentuknya Indonesia Species Specialist Group (IdSSG). Saat ini, ia menjabat sebagai Co-Chair IdSSG.

IdSSG adalah sebuah himpunan ahli dari berbagai kelompok taksonomi dan disiplin ilmu dalam upaya memulihkan penurunan jumlah spesies melalui perancangan kebijakan dan pengambilan keputusan berbasis data. Prof Dr Mirza juga menjabat sebagai Regional Vice-Chair IUCN SSC for South and East Asia. Beberapa dosen KSHE IPB University juga terlibat menjadi anggota IdSSG.

 

Kura-Kura Moncong Babi: Menjaga Keseimbangan antara Tradisi dan Konservasi di Papua

Pernahkah kamu mendengar kura-kura moncong babi (Carretochelys insclupta)? Spesies ini unik dengan moncong mirip babi dan tungkainya menyerupai sirip, salah satu ciptaan alam yang paling menarik. Ditemukan di sungai – sungai air tawar dan muara di Australia utara dan Papua Nugini Selatan, kura – kura ini tidak hanya sebagai keajaiban evolusi tetapi juga simbol keseimbangan yang rapuh antara aktivitas manusia dan konservasi satwa liar.

Moncong dan tungkai Kura-kura moncong babi

Spesies yang Terancam Punah

Kura – kura moncong babi merupakan satu-satunya anggota keluarga Carretochelyidae yang masih hidup, menjadikan keunikan evolusioner (beradaptasi) juga terdaftar sebagai spesies Terancam Punah oleh IUCN. Namun, ada pihak yang mengancam kelangsungan hidup spesies ini dengan mengumpulkan telur dari sarangnya, berasal dari masyarakat setempat.

Setiap tahun, kura- kura moncong babi betina muncul ke tepi sungai berpasir untuk bertelur. Lokasi sarang ini sering kali terletak di tanah adat di Papua Selatan, dimana masyarakat adat setempat telah memanen telur kura – kura selama beberapa generasi. Bagi masyarakat, telur kura-kura merupakan sumber daya yang berharga, menyediakan makanan dan pendapatan.

Didaerah seperti Sungai Kao, pengumpulan telur kura – kura moncong babi adalah tradisi yang sudah lama berlangsung. Masyarakat setempat , berasal dari klan yang memiliki hak adat atas tanah merupakan pengumpul utama. Mereka bukan hanya pemburu yang terampil tetapi juga ahli dalam menemukan sarang kura – kura yang tersembunyi di bawah pasir. Dengan menggunakan pengetahuan secara turun – temurun, mereka dengan hati – hati menggali telur, memastikan tidak ada yang rusak dalam prosesnya.

Warna putih pada cangkang menandakan telur kura-kura moncong babi telah terkubur beberapa hari akibat pasang surut air di Sungai Kao.

Tantangan Panen Berkelanjutan

Berdasarkan hasil survei lapangan dan wawancara tim Konservasi Papua, di wilayah seperti Sungai Kao, diperkirakan dipanen hingga 69.000 telur kura – kura moncong babi setiap musim bertelur. Para pengumpul mengumpulkan setiap telur dari sarang yang mereka temukan. Meskipun fokus utama pada telur, beberapa kura – kura dewasa juga diambil untuk dikonsumsi secara pribadi.

Posisi sarang ditemukan menggunakan tusuk batang besi dan telur kura – kura moncong babi yang diambil dari sarang.

Menariknya, penjualan kura – kura moncong babi tidak dalam bentuk telur melainkan anak kura – kura yang baru menetas sehingga para pengumpul harus menginkubasi telur mereka sendiri, baik di kamp darurat atau di desa mereka. Meskipun praktik ini dapat memastikan pasokan anak kura – kura yang stabil untuk pasar, hal ini juga menyoroti perlunya praktik panen berkelanjutan yang mengutamakan konservasi.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan kura – kura moncong babi sebagai spesies yang dilindungi dan merekomendasikan kuota panen nasional sebesar 10.000 dalam bentuk telur, dengan lokasi panen di Mimika dan Asmat.

Hanya satu perusahaan yang telah diberikan izin untuk mengumpulkan telur dari alam dan menginkubasinya. Terdapat ketidakseimbangan yang jelas antara kuota dan jumlah telur yang dikumpulkan oleh masyarakat setempat.

Menjaga keseimbangan: Tradisi dan Konservasi

Kura – kura moncong babi menghadapi tantangan yang unik. Di satu sisi, telurnya merupakan sumber daya penting bagi masyarakat setempat, yang erat kaitannya dengan praktik budaya dan perekonomian. Di sisi lain, panen yang tidak terkendali dapat mengancam kelangsungan hidup spesies tersebut. Lalu bagaimana kita menciptakan keseimbangan?

Diperlukan mekanisme yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam panen legal tanpa mengorbankan keuntungan ekonomi dan manfaat konservasi. Kita juga perlu meningkatkan kesadaran. Jika masyarakat dapat memahami nilai spesies dalam ekosistem dan rasa tanggung jawab ini, mungkin saja separuh dari anak kura-kura dapat dilepaskan kembali ke alam liar.

Pemikiran Akhir

Kisah kura-kura moncong babi mengingatkan akan hubungan kompleks antara manusia dan alam. Kisah ini menantang kita untuk menemukan cara hidup saling berdampingan dengan satwa liar, menghormati praktik tradisional sekaligus memastikan kelangsungan hidup spesies yang rentan.

Pionir Sejarawan Ilmu Pengetahuan dan Penjelajah Burung Cenderawasih Kuning Besar

Alfred Russel Wallace

Perintis Seleksi Alam dan Biogeografi

Alfred Russel Wallace, sering kali dibayangi oleh Charles Darwin, adalah seorang ilmuwan perintis yang karyanya membentuk pemahaman tentang evolusi dan keanekaragaman hayati. Berikut gambaran singkat kontribusi utamanya:

Ditahun 1858, saat berada di Kepulauan Melayu, Wallace mengirimkan Charles Darwin sebuah makalah teori evolusi melalui seleksi alam. Hal ini menjadi pendorong keduanya menerbitkan ‘’Surat Wallace-Darwin’’. Yang memperkenalkan ide tersebut kepada dunia. Penemuan independen Wallace menyoroti pentingnya ekologi dalam memahami evolusi.

Ditahun 1859, Wallace mengusulkan ‘’garis wallacea’’, garis imajiner memisahkan wilayah fauna yang berada di Asia Tenggara dan Australia. Garis ini melintasi Kepulauan Melayu, antara Kalimantan dan Sulawesi, serta antara Bali (di barat) dan Lombok (di timur). Garis ini mengungkapkan bagaimana geografi mempengaruhi distribusi spesies Konsep ini menjadi landasan bio-geografi, yang menunjukkan keanekaragaman hayati unik di wilayah tersebut.

Ilustrasi peta garis wallacea dari rimbakita.com

Eksplorasi Wallace selama delapan tahun di kepulauan Melayu mencapai puncak dalam bukunya yang terbit pada tahun 1869, The Malay Archipelago: The Land of the Orangutan and The Birds Paradise, Ia mendokumentasikan hubungan antara spesies dan lingkungannya, memberikan wawasan utama tentang bagaimana ekologi membentuk evolusi. Karyanya juga mengisyaratkan keberadaan daratan kuno yang tenggelam, menghubungkan distribusi spesies dengan sejarah geologi bumi.

Mengungkap Rahasia Burung Cenderawasih: Warisan Wallace dalam Konservasi

Alfred Russel Wallace, naturalis perintis yang eksplorasinya di Kepulauan Melayu mengungkap keajaiban keanekaragaman hayati Asia Tenggara. Dari hutan lebat Kalimantan hingga pulau – pulau terpencil di Papua Nugini, karya Wallace tidak hanya memajukan ilmu pengetahuan alam tetapi juga menyoroti kebutuhan mendesak akan konservasi terutama untuk burung cenderawasih yang ikonik.

Mitos Burung Cenderawasih

Pada Abad ke-18 dan ke-19, burung cenderawasih memikat imajinasi orang Eropa. Bulunya yang memukau melambangkan kemewahan, kekayaan, dan status, menghiasi topi, gaun, dan pakaian formal. Namun, Wallace mengungkapkan kebenaran yang nyata: ketertarikan Eropa dibangun di atas mitos dan kesalahpahaman.

Melalui perjalanannya (Malaya, Pulau Nicobar, Filipina, Kepulauan Solomon, di luar Papua Nugini), Wallace memperkenalkan dunia pada habitat burung yang sebenarnya – hutan aslinya di Papua dan kepulauan Aru. Ia membantah kisah romantis tentang burung yang terbang abadi, menekankan peran ekologisnya dan kebutuhan untuk melindungi keberadaannya yang rapuh.

Burung Cenderawasih Kuning Besar bertengger di ranting pohon.

Sisi Gelap Perdagangan Bulu

Pengamatan Wallace mengungkap dampak buruk dari perdagangan burung liar. Permintaan Eropa terhadap bulu mendorong eksploitasi yang tidak terkendali dengan pemburu lokal memanen burung secara berlebihan untuk memenuhi pasar luar negeri. Wallace mencatat kurangnya peraturan dan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap populasi burung.

Wallace menyoroti ironi: sementara orang Eropa mengagumi keindahan burung tersebut, mereka tidak megetahui kehidupan burung tersebut di alam liar. Burung cenderawasih menjadi simbol kemewahan, tetapi dengan mengorbankan kelangsungan hidupnya.

Seruan Wallace untuk Konservasi

Karya Wallace lebih dari sekadar penemuan – Karyanya merupakan seruan untuk bertindak. Ia mendokumentasikan pentingnya ekologis burung cenderawasih dan memperingatkan tentang bahaya eksploitasi yang tidak terkendali. Wawasannya menjadi dasar bagi upaya konservasi modern, mengingatkan kita tentang keseimbangan rumit antara keinginan manusia dan kebutuhan alam.

Saat ini, warisan Wallace ‘’cenderawasih sebagai Pemegang Dunia’’ tetap hidup sering terus berusaha melindungi burung cenderawasih dan habitatnya. Perjalanannya melalui The Malay Archipelago tidak hanya membantah mitos tetapi juga menginspirasi pemahaman lebih dalam dunia alami kita.

Faktor terjadinya Kehilangan Habitat Kura – Kura Moncong Babi di Papua Selatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No. P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/12/2018, Kura-kura Moncong Babi (Carettochelys insculpta) telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi di Indonesia dan tergolong dalam status Appendix II peraturan perdagangan internasional terhadap spesies. Meskipun telah mendapat pengakuan sebagai satwa yang dilindungi, masih terdapat sejumlah kasus perdagangan hewan eksotis, praktik konsumsi, serta penggunaannya dalam pengobatan tradisional dan kosmetik.

Eksploitasi habitat secara masif masih terjadi di Papua, tercatat 20 kasus antara tahun 2013 hingga 2020 dan 1 kasus tambahan pada tahun 2022. Berikut adalah contoh bukti perdagangan ilegal yang berhasil dikumpulkan oleh pihak berwenang:

No Tanggal Jenis Jumlah Pelaku Pengaman Lokasi Penemuan
1 07-Mar-22 Carretochelys Insculpta 472 ekor MIH Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA Kota Payakumbuh

(sumber: https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6513/penyerahan-tahap-2-kasus-perdagangan-kura-kura-moncong-babi-carettochelys-insculpta).

Sanksi pidana terhadap pelaku perdagangan ilegal yang tercantum di dalam Pasal 21 Ayat 2 Huruf d juncto Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

No Tanggal Jenis Jumlah Pelaku Pengaman Lokasi Penemuan
1 19- Jan-19

 

Carretochelys Insculpta 1.190 ekor Pengadilan Negeri Merauke Bandar Udara Mopah Merauke

(Sumber: https://www.wwf.id/id/blog/kura-kura-moncong-babi-go-international)

Dari kasus tersebut, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama empat bulan oleh Pengadilan Negeri Merauke dengan denda sebesar Rp. 5.000.000; jika tidak dapat membayar denda, terdakwa akan menggantinya dengan tambahan dua bulan hukuman penjara.

Status kura-kura moncong babi telah dikategorikan oleh IUCN dalam status terancam kepunahan, dengan dampak terbesar adanya perdagangan ilegal melebihi kuota maksimum yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Indonesia. Meskipun Peraturan Pemerintah Indonesia terkait Kura-Kura Moncong Babi mengklasifikasikannya sebagai “Satwa Buru”, pemanenan tetap harus mengikuti kuota yang diizinkan, yakni maksimum 10.000 telur.

Berdasarkan hasil penelitian tim konservasi Papua pada tahun 2022, terdapat praktik eksploitasi yang signifikan. Komunitas lokal (pemanen/pemburu) telah mengambil sebanyak 69.000 telur (dari 23 marga rata-rata diambil 3.000 telur per marga) untuk dijadikan sumber penghasilan yang dapat diperjualbelikan ke luar wilayah Papua. Ditemukan adanya masyarakat setempat menyimpan hasil panen sekitar 4.000 telur, dimana selama satu bulan (Agustus) mereka memperoleh 2.000 telur yang disimpan dalam wadah khusus. Dampak serius dari eksploitasi ini berakibat pada ancaman kepunahan

Beberapa faktor yang menjadi ancamannya, antara lain:

  1. Gangguan oleh manusia.
  2. Perubahan iklim yang dapat memicu banjir, mengakibatkan telur di sarang menjadi rusak dan tenggelam.
  3. Ancaman dari predator alami di habitat (seperti biawak), dan lain-lain.

Papua Konservasi terus berupaya melalui kerja sama TSE Group dengan IPB University untuk menjaga ekosistem Papua. Keberlanjutan populasi kura-kura moncong babi berhubungan erat dengan budaya masyarakat Papua yang telah diwariskan dari generasi sebelumnya agar masyarakat lebih memahami hubungan antara populasi satwa liar dan budaya setempat. Diperlukan penelitian mendalam dan kampanye yang mendorong masyarakat untuk mematuhi peraturan pemerintah terkait pembatasan dalam pemanenan, penjualan, serta pemanfaatan telur dan kura-kura moncong babi.

Selain itu, diperlukan program ranching untuk memfasilitasi pemanfaatan telur kura-kura moncong babi secara legal. Ketentuan ini menetapkan 50% dari pemanfaatan telur kura-kura moncong babi harus dibatasi di alam, sedangkan 50% dapat digunakan oleh masyarakat Papua untuk dijual, berdasarkan Peraturan Pemerintah Indonesia (SK. Menteri LHK No. 65/MENLHK/KSDAE/KSA. 2/3/2021, tanggal 3 Maret 2021). (https://balaikliringkehati.menlhk.go.id/v2/wp-content/uploads/2024/07/Kuota-penangkapan-pengambilan-TSL-2024.pdf).

Cendrawasih, Si Cantik Kebanggaan Papua

Cendrawasih (Foto : National Geographic Indonesia)

Linimassa.id – Burung cantik berbulu warna-warni ini menjadi kebanggan Papua. Burung Cenderawasih adalah anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes.

Cenderawasih biasanya ditemukan di Indonesia seperti di bagian Timur Papua, Papua Nugini, pulau-pulau selat Torres, dan Australia timur. Burung anggota keluarga ini dikenal karena bulu burung jantan pada banyak jenisnya, terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit yang tumbuh dari paruh, sayap atau kepalanya.

Ukuran burung Cenderawasih mulai dari Cenderawasih raja pada 50 gram dan 15 cm hingga Cenderawasih paruh-sabit Hitam pada 110 cm dan Cenderawasih manukod jambul-bergulung pada 430 gram.

Tanah Papua memiliki sejumlah keindahan flora dan fauna yang memukau, salah satunya yang terkenal adalah burung Cendrawasih. Saking cantiknya, hewan bersayap ini mendapat julukan ‘Si Burung Surga’.

Maka jangan heran kalau burung Cendrawasih menjadi salah satu primadona dari provinsi Papua. Tapi, burung ini jangan sampai kamu buru ya, karena termasuk satwa yang dilindungi dalam Undang-undang.

Jenis

Laman WWF menyebut, diprediksi ada sekitar 30 jenis Cendrawasih yang ada di Indonesia, yang mana 28 jenis di antaranya bisa ditemukan di Papua.

Ukuran burung Cendrawasih juga beragam yang tergantung dari masing-masing spesiesnya. Misalnya, spesies King Bird of Paradise yang punya ukuran sekitar 15 cm, lalu ada juga spesies Black Sicklebill yang berukuran 110 cm.

Salah satu jenis burung Cendrawasih yang paling terkenal dan banyak ditemukan adalah Cendrawasih Kuning Besar atau Paradisaea apoda yang berasal dari Genus paradisaea.

Burung Cendrawasih memiliki karakteristik, yakni warna bulunya yang cerah dan menarik perhatian seperti kuning, merah, biru, hingga hijau. Umumnya, burung ini dinamakan sesuai dengan warna dominannya, seperti Cendrawasih Kuning Kecil atau Cendrawasih Merah.

Bird of Paradise

Ada alasan khusus mengapa burung Cendrawasih mendapat julukan ‘Bird of Paradise’ atau burung surga. Dalam e-jurnal milik ugm.ac.id, Cendrawasih terkenal sebagai burung yang memiliki bulu indah dan menawan, terutama pada sang jantan.

Cendrawasih jantan punya bulu yang berwarna cerah, sehingga nampak indah jika dilihat dari dekat. Maka dari itu, banyak orang yang tertarik untuk memburu burung ini demi mengambil bulunya.

Bulu yang berwarna cerah itu ternyata digunakan oleh Cendrawasih jantan untuk memikat hati Cendrawasih betina, lho. Bahkan, sang jantan dapat menari-nari demi menarik perhatian lawan jenisnya.

Dalam tariannya, Cendrawasih jantan akan menampilkan fleksibilitas bulu dan bentuk badan mereka, sehingga semakin menonjolkan keindahan warna bulunya. Mreka benar-benar mempersiapkannya sebaik mungkin, bahkan sampai harus membersihkan paruhnya sebelum menari.

Cendrawasih dapat ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti pulau-pulau di Selat Torres dan Papua, Papua Nugini, dan bagian timur Australia. Habitat asli ‘Burung Surga’ ini ada di hutan lebat yang berada di dataran rendah.

Laman WWF menyebut, burung Cendrawasih merupakan satwa yang dilindungi. Sebab, keindahan bulunya itu menjadi sasaran empuk para pemburu liar.

Alhasil, pemerintah Indonesia sepakat jika burung Cendrawasih termasuk ke dalam satwa yang dilindungi. Hal ini telah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Artinya, burung Cendrawasih tidak boleh diburu, disakiti, dibunuh, dan diperdagangkan. Jika ada pihak yang melanggar undang-undang tersebut maka akan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta. (Hilal)

 

Sumber : linimassa.id

Hutan Miyoko Jadi Saksi Kepulangan Cenderawasih dan Satwa Papua Lainnya

Sepasang Burung Cenderawasih Kuning (Paradisaea apoda) saat dilepasliarkan di Hutan Miyoko, Kampung Miyoko, Distrik Mimika Tengah, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Sabtu (18/11/2023). (Foto: Saldi/Seputarpapua)

TIMIKA | Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua bersama Enviromental PT Freeport Indonesia melepasliarkan 13 satwa Papua di Hutan Miyoko, Kampung Miyoko, Distrik Mimika Tengah, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Sabtu (18/11/2023).

Adapun satwa Papua yang dilepasliarkan yakni sepasang Burung Cenderawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda), 1 ekor Kakatua Koki (Cacatua galerita), 2 ekor Nuri Bayan (Eclectus roratus) dan 1 ekor Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuaris).

Kemudian satu 1 Walik Wompu (Ptiliopus magnificus), 5 ekor Kura-kura Perut Merah (Emydura subglobosa) dan 1 ekor Kura-kura Sungai Papua (Elseya rhodini).

Kepala Seksi Konservasi Wilayah ll Timika, Bambang H. Lakuy menyampaikan bahwa satwa-satwa tersebut merupakan translokasi dari BBKSDA Jawa Timur dan BKSDA Kalimantan Tengah, dan telah menjalani masa habituasi di Mile 21 atas dukungan Enviromental PT Freeport Indonesia.

“Semua satwa sudah menjalani masa habituasi dan secara fisik juga kondisinya sehat. Sehingga sudah siap kembali ke alam,” kata Bambang.

Terkait lokasi lepas liar, Bambang menyampaikan bahwa Hutan Miyoko merupakan habitat yang representatif bagi satwa-satwa yang dilepasliarkan. Yangmana tim telah melakukan survei sejak Selasa, 14 November 2023 dan menilai bahwa Hutan Miyoko dapat menunjang kelangsungan hidup satwa-satwa yang dilepasliarkan.

Selain itu, masyarakat Kampung Miyoko juga masih menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian alam, sehingga dinilai mampu mendukung upaya konservasi keanekaragaman hayati.

Sementara Kepala BBKSDA Papua, A.G. Martana mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menjaga kelestarian satwa liar dan pentingnya keberadaan satwa liar di alam.

Ia menyebut, semua fungsi satwa liar di alam mulai dari penyeimbang ekosistem, pengukur pencemaran lingkungan, penyedia sumber daya hayati, penunjang ekonomi, sampai fungsi sosial budaya dan rekreasi, pada akhirnya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.

“Bila kita abai dengan kelestarian satwa liar di alam, pada saatnya nanti pasti timbul penyesalan ketika satwa-satwa liar tinggal kenangan. Untuk itu, selagi satwa-satwa ini masih ada, masih bisa kita jumpai, marilah kita jaga. Biarkan mereka tetap berada di habitat alaminya,” imbaunya.

Martana menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat sejak satwa-satwa tersebut diamankan di luar Papua, kemudian menjalani translokasi, habituasi, sampai dilepasliarkan ke habitatnya yang alami.

“Ucapan terima kasih yang tinggi kepada PT. Freeport Indonesia, BBKSDA Jawa Timur, BKSDA Kalimantan Tengah, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika, Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Timika, Kepala Kampung Miyoko, Yayasan Hutan Biru (Blue Forest), serta semua elemen masyarakat yang telah mendukung,” ucapnya.

Martana mengharapkan semua pihak dapat terus memperkuat sinergi sehingga kelestarian satwa liar di Papua dapat terus terjaga.

 

Sumber : seputarpapua.com

Kisah Burung Cenderawasih, Permata Papua yang Terancam Punah

Kisah Burung Cenderawasih, Permata Papua yang Terancam Punah (Tangkapan layar kanal youtube @Ladyaureliastudio)

JURNAL FLORES | FAUNA – Burung Cenderawasih (Paradisaeidae) adalah keluarga burung yang terkenal karena keindahan dan keunikan penampilan mereka.

Mereka adalah burung endemik di Papua, Indonesia, dan beberapa pulau di sekitarnya. Burung Cenderawasih terkenal karena bulu-bulu indah yang dimiliki oleh beberapa spesies dalam keluarga ini.

Salah satu ciri khas burung Cenderawasih adalah bulu ekornya yang panjang dan indah, yang sering kali membentuk hiasan yang menarik.

Bulu-bulu ini biasanya memiliki warna-warna cerah seperti merah, kuning, biru, hijau, dan ungu. Burung Cenderawasih jantan menggunakan bulu ekor mereka dalam tarian kawin yang spektakuler untuk menarik perhatian betina.

Selain itu, burung Cenderawasih juga memiliki kemampuan vokal yang luar biasa. Mereka dapat menghasilkan berbagai macam suara yang kompleks, termasuk nyanyian dan kicauan yang indah.

uara mereka sering digunakan dalam ritual kawin dan dalam berkomunikasi dengan anggota kelompoknya.

Burung Cenderawasih memiliki peran penting dalam ekosistem hutan di mana mereka tinggal.

Mereka membantu dalam penyerbukan tumbuhan dan menyebarkan biji-biji tumbuhan melalui kotoran mereka.

Selain itu, keberadaan burung Cenderawasih juga menjadi indikator kesehatan ekosistem hutan yang mereka huni.

Namun, burung Cenderawasih juga menghadapi ancaman kepunahan. Salah satu ancaman utama adalah hilangnya habitat mereka akibat deforestasi dan perambahan manusia.

Perburuan ilegal juga menjadi ancaman serius bagi beberapa spesies burung Cenderawasih yang memiliki bulu yang indah dan bernilai tinggi di pasar gelap.

Untuk melindungi burung Cenderawasih, langkah-langkah konservasi perlu diambil.

Beberapa upaya yang dilakukan termasuk pembentukan taman nasional dan kawasan konservasi, pengawasan terhadap perdagangan ilegal, dan pendidikan masyarakat tentang pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem hutan.

Burung Cenderawasih adalah salah satu harta karun alam Indonesia yang perlu kita jaga dan lindungi. Keindahan dan keunikan mereka membuat mereka menjadi daya tarik yang tak ternilai.

Dengan upaya konservasi yang berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa burung Cenderawasih tetap ada untuk dinikmati oleh generasi mendatang.

 

Sumber : jurnalflores.co.id

Perlu Diketahui!, Mengapa Burung Cendrawasih Kuning Besar Disebut Bird of Paradise?

Perlu Diketahui!, Mengapa Burung Cendrawasih Kuning Besar Disebut Bird of Paradise? (Pinterest.com)

JURNAL FLORES | FLORA & FAUNA – Burung jantan memiliki warna yang lebih mencolok daripada burung betina, dan beberapa spesies bahkan memiliki bulu yang sangat cerah dan berwarna-warni, makanya tidak heran juga burung ini disebut “Bird of Paradise” atau Burung Surga karena keindahannya yang diibaratkan turun dari langit.

Burung Cendrawasih Kuning Besar disebut Bird of Paradise karena memiliki keindahan bulu yang anggun dan tarian yang menarik saat musim kawin.

Nama Bird of Paradise juga berasal dari kepercayaan pribumi bahwa burung ini tak berkaki dan tak pernah mendarat, sehingga dianggap sebagai burung surgawi yang hanya ada di surga.

Nama ilmiah Burung Cendrawasih Kuning Besar adalah Paradisaea apoda yang berarti “cendrawasih tak berkaki”.

Populasi Burung Cendrawasih Kuning Besar rentan karena perburuan sebagai cinderamata dan eksistensinya sudah menurun drastis.

Burung Cendrawasih Kuning Besar dievaluasi berisiko rendah karena umum ditemukan di rentang habitatnya.***

Fakta Menarik tentang Cendrawasih, Si Burung Surga yang Indah

adingmu.com – Burung cenderawasih yang terkenal adalah salah satu tanaman dan hewan indah yang ditemukan di pulau Papua. Makhluk aves ini dikenal dengan sebutan “The Bird of Paradise” karena keindahannya.

Oleh karena itu, tak heran jika cenderawasih menjadi salah satu primadona Papua. Undang-undang melindungi burung ini sebagai spesies yang terancam punah, sehingga Anda tidak boleh memburunya.

Memahami Burung Cendrawasih

Cendrawasih termasuk dalam keluarga Paradisaeidae dan ordo Passeriformes. Diperkirakan ada sekitar 30 spesies Cendrawasih di Indonesia, dimana 28 spesies di antaranya dapat ditemukan di Papua, menurut laman WWF.

Setiap spesies cendrawasih memiliki ukuran yang berbeda. Contohnya adalah spesies Cendrawasih Raja, yang berukuran sekitar 15 cm, dan spesies Cendrawasih Hitam yang panjangnya mencapai 110 cm.

Cendrawasih Kuning Besar, atau Paradisaea apoda, adalah salah satu spesies cendrawasih yang paling terkenal dan sering ditemui. Burung ini termasuk dalam genus Paradisaea.

Warna bulu yang cerah dan menarik perhatian, seperti warna hijau, biru, kuning, dan merah pada cenderawasih. Nama umum untuk spesies ini termasuk spesies Cendrawasih Kuning Kecil dan Cendrawasih Merah, yang mengacu pada warna utamanya.

Fakta-fakta Menarik Tentang Burung Cendrawasih

Fakta-fakta mengenai cendrawasih cukup menarik. Simak fakta-fakta di bawah ini, yang diambil dari berbagai sumber.

Sebenarnya ada banyak fakta menarik mengenai cenderawasih. Penasaran? Simak pembahasan lengkapnya dalam artikel ini.

1. Disebut sebagai “Burung Cendrawasih”

Burung cendrawasih dikenal sebagai “Bird of Paradise” karena alasan tertentu. Cendrawasih digambarkan sebagai burung dengan bulu-bulu yang indah dan menawan, terutama pada burung jantan.

Bulu-bulu yang berwarna-warni pada cendrawasih jantan membuat mereka indah untuk dilihat dari kejauhan. Karena itu, ada pasar yang besar untuk bulu burung ini.

2. Mempraktikkan Ritual Perkawinan Khusus

Tampaknya, Cendrawasih jantan menggunakan bulu-bulu berwarna cerah untuk memikat Cendrawasih betina. Si jantan bahkan bisa menari untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

Cendrawasih jantan akan menari sambil menunjukkan bentuk tubuh dan kelenturan bulu mereka, yang menonjolkan keindahan warna bulu mereka. Ya, mereka memang mempersiapkannya sematang mungkin, sampai-sampai mereka harus membersihkan paruhnya sebelum menari.

3. Habitat burung cenderawasih

Fakta menarik kedua adalah bahwa Indonesia bagian timur, termasuk pulau-pulau di Selat Torres, Papua, Papua Nugini, dan Australia bagian timur, merupakan rumah bagi burung cenderawasih. ‘Burung Cendrawasih’ ini dulunya hidup di dataran rendah, hutan yang rimbun.

4. Termasuk Satwa Liar yang Dilindungi

Menurut WWF, cenderawasih adalah spesies yang terancam punah. Karena para pemburu dapat dengan mudah mengincar hewan ini untuk diambil bulunya yang indah.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia setuju bahwa cenderawasih adalah satwa yang dilindungi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Artinya, berburu, merusak, membunuh, dan memperdagangkan cenderawasih adalah tindakan ilegal. Bagi yang melanggar undang-undang tersebut akan dikenakan denda maksimal Rp 100 juta dan hukuman 5 tahun penjara.

Topik tentang fakta menarik tentang cenderawasih kini telah selesai. Apakah Anda ingin merasakan daya tarik eksotis Cendrawasih secara langsung?

 

Sumber : madingmu.com

Mempunyai Makna Khusus, Berikut Fakta Burung Cendrawasih!

Burung Cendrawasih memiliki makna khusus, berikut fakta menariknya-Freepik-

JEKTVNEWS.COM – Cendrawasih sendiri merupakan burung khas Papua yang memiliki keindahan dan juga daya tarik yang amat mempesona. Tak heran jika burung ini dijadikan simbol dari tanah Papua.

Simbol burung Cendrawasih Papua mempunyai makna khusus bagi masyarakat Papua. Burung ini dipandang sebagai simbol keindahan dan keanggunan, serta sebagai perlambang kemakmuran, kekuatan, dan keberanian.

Cendrawasih Papua juga dianggap sebagai simbol kesuburan, keberhasilan, dan keberuntungan.

Namun, warna pada simbol burung Cendrawasih Papua juga mempunyai makna khusus. Warna pada burung Cendrawasih Papua terdiri dari warna merah, kuning, hijau, dan putih. Keempat warna ini mempunyai makna yang berbeda-beda.

Warna merah pada burung Cendrawasih Papua melambangkan kekuatan dan keberanian. Warna ini juga dianggap sebagai warna yang membawa keberuntungan dan keberhasilan.

Warna kuning pada burung Cendrawasih Papua melambangkan kemakmuran dan keberuntungan. Warna ini juga dianggap sebagai warna yang membawa keberhasilan dan kesuksesan.

Warna hijau pada burung Cendrawasih Papua melambangkan kesuburan dan keberhasilan. Warna ini juga dianggap sebagai warna yang membawa kedamaian dan kesejahteraan.

Warna putih pada burung Cendrawasih Papua melambangkan kesucian dan kebersihan. Warna ini juga dianggap sebagai warna yang membawa kedamaian dan kebahagiaan.

Dengan memahami makna warna pada simbol burung Cendrawasih Papua, masyarakat Papua dapat menghargai keindahan dan kekuatan burung ini dengan lebih baik.

Masyarakat Papua juga dapat memanfaatkan makna warna ini untuk mencapai keberuntungan, keberhasilan, dan kesuksesan dalam kehidupan mereka.

 

Sumber : jektvnews.disway.id