Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No. P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/12/2018, Kura-kura Moncong Babi (Carettochelys insculpta) telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi di Indonesia dan tergolong dalam status Appendix II peraturan perdagangan internasional terhadap spesies. Meskipun telah mendapat pengakuan sebagai satwa yang dilindungi, masih terdapat sejumlah kasus perdagangan hewan eksotis, praktik konsumsi, serta penggunaannya dalam pengobatan tradisional dan kosmetik.
Eksploitasi habitat secara masif masih terjadi di Papua, tercatat 20 kasus antara tahun 2013 hingga 2020 dan 1 kasus tambahan pada tahun 2022. Berikut adalah contoh bukti perdagangan ilegal yang berhasil dikumpulkan oleh pihak berwenang:
No | Tanggal | Jenis | Jumlah | Pelaku | Pengaman | Lokasi Penemuan |
1 | 07-Mar-22 | Carretochelys Insculpta | 472 ekor | MIH | Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA | Kota Payakumbuh |
Sanksi pidana terhadap pelaku perdagangan ilegal yang tercantum di dalam Pasal 21 Ayat 2 Huruf d juncto Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
No | Tanggal | Jenis | Jumlah | Pelaku | Pengaman | Lokasi Penemuan |
1 | 19- Jan-19
|
Carretochelys Insculpta | 1.190 ekor | – | Pengadilan Negeri Merauke | Bandar Udara Mopah Merauke |
(Sumber: https://www.wwf.id/id/blog/kura-kura-moncong-babi-go-international)
Dari kasus tersebut, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama empat bulan oleh Pengadilan Negeri Merauke dengan denda sebesar Rp. 5.000.000; jika tidak dapat membayar denda, terdakwa akan menggantinya dengan tambahan dua bulan hukuman penjara.
Status kura-kura moncong babi telah dikategorikan oleh IUCN dalam status terancam kepunahan, dengan dampak terbesar adanya perdagangan ilegal melebihi kuota maksimum yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Indonesia. Meskipun Peraturan Pemerintah Indonesia terkait Kura-Kura Moncong Babi mengklasifikasikannya sebagai “Satwa Buru”, pemanenan tetap harus mengikuti kuota yang diizinkan, yakni maksimum 10.000 telur.
Berdasarkan hasil penelitian tim konservasi Papua pada tahun 2022, terdapat praktik eksploitasi yang signifikan. Komunitas lokal (pemanen/pemburu) telah mengambil sebanyak 69.000 telur (dari 23 marga rata-rata diambil 3.000 telur per marga) untuk dijadikan sumber penghasilan yang dapat diperjualbelikan ke luar wilayah Papua. Ditemukan adanya masyarakat setempat menyimpan hasil panen sekitar 4.000 telur, dimana selama satu bulan (Agustus) mereka memperoleh 2.000 telur yang disimpan dalam wadah khusus. Dampak serius dari eksploitasi ini berakibat pada ancaman kepunahan
Beberapa faktor yang menjadi ancamannya, antara lain:
- Gangguan oleh manusia.
- Perubahan iklim yang dapat memicu banjir, mengakibatkan telur di sarang menjadi rusak dan tenggelam.
- Ancaman dari predator alami di habitat (seperti biawak), dan lain-lain.
Papua Konservasi terus berupaya melalui kerja sama TSE Group dengan IPB University untuk menjaga ekosistem Papua. Keberlanjutan populasi kura-kura moncong babi berhubungan erat dengan budaya masyarakat Papua yang telah diwariskan dari generasi sebelumnya agar masyarakat lebih memahami hubungan antara populasi satwa liar dan budaya setempat. Diperlukan penelitian mendalam dan kampanye yang mendorong masyarakat untuk mematuhi peraturan pemerintah terkait pembatasan dalam pemanenan, penjualan, serta pemanfaatan telur dan kura-kura moncong babi.
Selain itu, diperlukan program ranching untuk memfasilitasi pemanfaatan telur kura-kura moncong babi secara legal. Ketentuan ini menetapkan 50% dari pemanfaatan telur kura-kura moncong babi harus dibatasi di alam, sedangkan 50% dapat digunakan oleh masyarakat Papua untuk dijual, berdasarkan Peraturan Pemerintah Indonesia (SK. Menteri LHK No. 65/MENLHK/KSDAE/KSA. 2/3/2021, tanggal 3 Maret 2021). (https://balaikliringkehati.menlhk.go.id/v2/wp-content/uploads/2024/07/Kuota-penangkapan-pengambilan-TSL-2024.pdf).