Adanya penyebab terdampak bagi kehidupan habitat kura – kura moncong babi, dengan menyesuaikan dari Peraturan Pemerintah Indonesia (P.106/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/12/2018) tertulis dihalaman 25 dalam nomor tabel 697 kelompok Carretochelydae atau Carretochelys insculpta (https://jdih.maritim.go.id/cfind/source/files/permen-lhk/permenlhk-nomor-p.106-tahun-2018.pdf). Maupun adanya status Appendix II sebagai kasus Spesies Perdagangan Internasional. Namun, di Indonesia sering dijumpai sebagai kasus perdagangan hewan eksotis, pasar makan dan dipercaya sebagai praktik pengobatan tradisional, dan bahan kosmetik kecantikan, akibatnya eksploitasi habitat terjadi secara intensif di Papua, terjadinya dua puluh kasus tepat periode 2013 sampai 2020. Dan ditemukan satu kasus di tahun 2022.
Berikut sampel pembuktian perdagangan illegal yang didapatkan oleh pihak berwenang:
No | Tanggal | Jenis | Jumlah | Pelaku | Pengaman | Lokasi Penemuan |
1 | 07-Mar-22 | Carretochelys Insculpta | 472 ekor | MIH | Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA | Kota Payakumbuh |
Pelaku terancam dengan peraturan pasal pasal 21 ayat 2 huruf d juncto pasal 40 ayat 2 UU nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE (Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya).
No | Tanggal | Jenis | Jumlah | Pelaku | Pengaman | Lokasi Penemuan |
1 | 19- Jan-19
|
Carretochelys Insculpta | 1.190 ekor | – | Pengadilan Negeri Merauke | Bandar Udara Mopah Merauke |
(Sumber: https://www.wwf.id/id/blog/kura-kura-moncong-babi-go-international)
Terdakwa mendapatkan vonis penjara selama empat bulan oleh Pengadilan Negeri Merauke dengan denda Rp. 5.000.000 (apabila tidak bisa membayar, diganti dengan dua bulan vonis penjara). Lebih ringan dari vonis penjara aslinya selama delapan bulan.
Status kura – kura moncong babi tertulis oleh IUCN berdampak terancam kepunahan, dampak terbesar yaitu akibat perdagangan liar yang melebihi syarat kuota maksimal dari Peraturan Pemerintah Indonesia walaupun pernyataan dari Peraturan Pemerintah Indonesia tentang Kura – Kura Moncong Babi sudah sebagai ‘’Satwa Buru’’, namun wajib mengikuti kuota panenan yang dipergunakan maksimal 10.000 telur.
Nyatanya eksploitasi dilapangan, di Papua Selatan (berdasarkan hasil penelitian tim konservasi Papua di tahun 2022) adanya masyarakat (pemanen/pemburu) 69.000 telur dari (23 marga x 3000 telur) yang dijadikan peluang penghasilan dengan diperjualkan keluar Papua secara liar. Ada juga perwakilan masyarakat menyimpan hasil panen berjumlah 4.000 telur, satu bulan (Agustus) panen mendapat 2.000 telur. Disimpan dalam wadah khusus.
Dampak terbesar terjadinya terancam kepunahan, antara lain:
- Gangguan Manusia (terbesar) yang diakibatkan perdagangan liar (pasar hewan eksotis, pasar makan, bahan obat kuat, bahan kosmetik kecantikan) tidak menggunakan Peraturan Pemerintah Indonesia. Di Indonesia, perdagangan liar ditemukan dan ditangkap setiap tahun, seringkali pada bulan Agustus, September, Oktober, selama musim panen.
- Adanya perubahan iklim yang mengakibatkan kegagalan penetasan telur dipasir, terjadinya air sungai banjir mengakibatkan telur disarang pecah dan tenggelam.
- Gangguan alami yang diakibatkan oleh satwa penyerang di alam (biawak), dan sebagainya.
Keperluan konservasi yang diselenggarakan oleh Konservasi Papua
Dari hasil pengadaan kolaborasi bersama IPB dan TSE Group terhadap konservasi ekosistem Papua, keadaan populasi kura – kura moncong babi saling bersinergi terhadap budaya rakyat Papua yang telah diabadikan oleh ‘’Nenek Moyang Rakyat Papua’’. Supaya Masyarakat memahami kaitan populasi satwa liar dan budaya mereka, perlu melakukan penelitian lebih dalam dan kampanye yang mengarahkan masyarakat mengikuti peraturan pemerintah tentang edukasi pembatasan Memanen, Menjual, Memanfaatkan telur dan kura – kura moncong babi.
Serta, adanya program Ranching yang memanfaatkan telur kura – kura moncong babi secara legal. (Separuh dari pemanfaatan penggunaan telur kura – kura moncong babi, adanya pembatasan 50% di alam dan 50% dipergunakan pemanfaatan rakyat Papua untuk dijual) Disampaikan oleh Peraturan Pemerintah Indonesia (SK. Menteri LHK No. 65/MENLHK/KSDAE/KSA.2/3/2021 tanggal 3 Maret 2021). (https://balaikliringkehati.menlhk.go.id/v2/wp-content/uploads/2024/07/Kuota-penangkapan-pengambilan-TSL-2024.pdf).