Skip to main content

Cendrawasih, Si Cantik Kebanggaan Papua

Cendrawasih (Foto : National Geographic Indonesia)

Linimassa.id – Burung cantik berbulu warna-warni ini menjadi kebanggan Papua. Burung Cenderawasih adalah anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes.

Cenderawasih biasanya ditemukan di Indonesia seperti di bagian Timur Papua, Papua Nugini, pulau-pulau selat Torres, dan Australia timur. Burung anggota keluarga ini dikenal karena bulu burung jantan pada banyak jenisnya, terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit yang tumbuh dari paruh, sayap atau kepalanya.

Ukuran burung Cenderawasih mulai dari Cenderawasih raja pada 50 gram dan 15 cm hingga Cenderawasih paruh-sabit Hitam pada 110 cm dan Cenderawasih manukod jambul-bergulung pada 430 gram.

Tanah Papua memiliki sejumlah keindahan flora dan fauna yang memukau, salah satunya yang terkenal adalah burung Cendrawasih. Saking cantiknya, hewan bersayap ini mendapat julukan ‘Si Burung Surga’.

Maka jangan heran kalau burung Cendrawasih menjadi salah satu primadona dari provinsi Papua. Tapi, burung ini jangan sampai kamu buru ya, karena termasuk satwa yang dilindungi dalam Undang-undang.

Jenis

Laman WWF menyebut, diprediksi ada sekitar 30 jenis Cendrawasih yang ada di Indonesia, yang mana 28 jenis di antaranya bisa ditemukan di Papua.

Ukuran burung Cendrawasih juga beragam yang tergantung dari masing-masing spesiesnya. Misalnya, spesies King Bird of Paradise yang punya ukuran sekitar 15 cm, lalu ada juga spesies Black Sicklebill yang berukuran 110 cm.

Salah satu jenis burung Cendrawasih yang paling terkenal dan banyak ditemukan adalah Cendrawasih Kuning Besar atau Paradisaea apoda yang berasal dari Genus paradisaea.

Burung Cendrawasih memiliki karakteristik, yakni warna bulunya yang cerah dan menarik perhatian seperti kuning, merah, biru, hingga hijau. Umumnya, burung ini dinamakan sesuai dengan warna dominannya, seperti Cendrawasih Kuning Kecil atau Cendrawasih Merah.

Bird of Paradise

Ada alasan khusus mengapa burung Cendrawasih mendapat julukan ‘Bird of Paradise’ atau burung surga. Dalam e-jurnal milik ugm.ac.id, Cendrawasih terkenal sebagai burung yang memiliki bulu indah dan menawan, terutama pada sang jantan.

Cendrawasih jantan punya bulu yang berwarna cerah, sehingga nampak indah jika dilihat dari dekat. Maka dari itu, banyak orang yang tertarik untuk memburu burung ini demi mengambil bulunya.

Bulu yang berwarna cerah itu ternyata digunakan oleh Cendrawasih jantan untuk memikat hati Cendrawasih betina, lho. Bahkan, sang jantan dapat menari-nari demi menarik perhatian lawan jenisnya.

Dalam tariannya, Cendrawasih jantan akan menampilkan fleksibilitas bulu dan bentuk badan mereka, sehingga semakin menonjolkan keindahan warna bulunya. Mreka benar-benar mempersiapkannya sebaik mungkin, bahkan sampai harus membersihkan paruhnya sebelum menari.

Cendrawasih dapat ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti pulau-pulau di Selat Torres dan Papua, Papua Nugini, dan bagian timur Australia. Habitat asli ‘Burung Surga’ ini ada di hutan lebat yang berada di dataran rendah.

Laman WWF menyebut, burung Cendrawasih merupakan satwa yang dilindungi. Sebab, keindahan bulunya itu menjadi sasaran empuk para pemburu liar.

Alhasil, pemerintah Indonesia sepakat jika burung Cendrawasih termasuk ke dalam satwa yang dilindungi. Hal ini telah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Artinya, burung Cendrawasih tidak boleh diburu, disakiti, dibunuh, dan diperdagangkan. Jika ada pihak yang melanggar undang-undang tersebut maka akan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta. (Hilal)

 

Sumber : linimassa.id

Hutan Miyoko Jadi Saksi Kepulangan Cenderawasih dan Satwa Papua Lainnya

Sepasang Burung Cenderawasih Kuning (Paradisaea apoda) saat dilepasliarkan di Hutan Miyoko, Kampung Miyoko, Distrik Mimika Tengah, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Sabtu (18/11/2023). (Foto: Saldi/Seputarpapua)

TIMIKA | Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua bersama Enviromental PT Freeport Indonesia melepasliarkan 13 satwa Papua di Hutan Miyoko, Kampung Miyoko, Distrik Mimika Tengah, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Sabtu (18/11/2023).

Adapun satwa Papua yang dilepasliarkan yakni sepasang Burung Cenderawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda), 1 ekor Kakatua Koki (Cacatua galerita), 2 ekor Nuri Bayan (Eclectus roratus) dan 1 ekor Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuaris).

Kemudian satu 1 Walik Wompu (Ptiliopus magnificus), 5 ekor Kura-kura Perut Merah (Emydura subglobosa) dan 1 ekor Kura-kura Sungai Papua (Elseya rhodini).

Kepala Seksi Konservasi Wilayah ll Timika, Bambang H. Lakuy menyampaikan bahwa satwa-satwa tersebut merupakan translokasi dari BBKSDA Jawa Timur dan BKSDA Kalimantan Tengah, dan telah menjalani masa habituasi di Mile 21 atas dukungan Enviromental PT Freeport Indonesia.

“Semua satwa sudah menjalani masa habituasi dan secara fisik juga kondisinya sehat. Sehingga sudah siap kembali ke alam,” kata Bambang.

Terkait lokasi lepas liar, Bambang menyampaikan bahwa Hutan Miyoko merupakan habitat yang representatif bagi satwa-satwa yang dilepasliarkan. Yangmana tim telah melakukan survei sejak Selasa, 14 November 2023 dan menilai bahwa Hutan Miyoko dapat menunjang kelangsungan hidup satwa-satwa yang dilepasliarkan.

Selain itu, masyarakat Kampung Miyoko juga masih menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian alam, sehingga dinilai mampu mendukung upaya konservasi keanekaragaman hayati.

Sementara Kepala BBKSDA Papua, A.G. Martana mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menjaga kelestarian satwa liar dan pentingnya keberadaan satwa liar di alam.

Ia menyebut, semua fungsi satwa liar di alam mulai dari penyeimbang ekosistem, pengukur pencemaran lingkungan, penyedia sumber daya hayati, penunjang ekonomi, sampai fungsi sosial budaya dan rekreasi, pada akhirnya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.

“Bila kita abai dengan kelestarian satwa liar di alam, pada saatnya nanti pasti timbul penyesalan ketika satwa-satwa liar tinggal kenangan. Untuk itu, selagi satwa-satwa ini masih ada, masih bisa kita jumpai, marilah kita jaga. Biarkan mereka tetap berada di habitat alaminya,” imbaunya.

Martana menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat sejak satwa-satwa tersebut diamankan di luar Papua, kemudian menjalani translokasi, habituasi, sampai dilepasliarkan ke habitatnya yang alami.

“Ucapan terima kasih yang tinggi kepada PT. Freeport Indonesia, BBKSDA Jawa Timur, BKSDA Kalimantan Tengah, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika, Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Timika, Kepala Kampung Miyoko, Yayasan Hutan Biru (Blue Forest), serta semua elemen masyarakat yang telah mendukung,” ucapnya.

Martana mengharapkan semua pihak dapat terus memperkuat sinergi sehingga kelestarian satwa liar di Papua dapat terus terjaga.

 

Sumber : seputarpapua.com

Kisah Burung Cenderawasih, Permata Papua yang Terancam Punah

Kisah Burung Cenderawasih, Permata Papua yang Terancam Punah (Tangkapan layar kanal youtube @Ladyaureliastudio)

JURNAL FLORES | FAUNA – Burung Cenderawasih (Paradisaeidae) adalah keluarga burung yang terkenal karena keindahan dan keunikan penampilan mereka.

Mereka adalah burung endemik di Papua, Indonesia, dan beberapa pulau di sekitarnya. Burung Cenderawasih terkenal karena bulu-bulu indah yang dimiliki oleh beberapa spesies dalam keluarga ini.

Salah satu ciri khas burung Cenderawasih adalah bulu ekornya yang panjang dan indah, yang sering kali membentuk hiasan yang menarik.

Bulu-bulu ini biasanya memiliki warna-warna cerah seperti merah, kuning, biru, hijau, dan ungu. Burung Cenderawasih jantan menggunakan bulu ekor mereka dalam tarian kawin yang spektakuler untuk menarik perhatian betina.

Selain itu, burung Cenderawasih juga memiliki kemampuan vokal yang luar biasa. Mereka dapat menghasilkan berbagai macam suara yang kompleks, termasuk nyanyian dan kicauan yang indah.

uara mereka sering digunakan dalam ritual kawin dan dalam berkomunikasi dengan anggota kelompoknya.

Burung Cenderawasih memiliki peran penting dalam ekosistem hutan di mana mereka tinggal.

Mereka membantu dalam penyerbukan tumbuhan dan menyebarkan biji-biji tumbuhan melalui kotoran mereka.

Selain itu, keberadaan burung Cenderawasih juga menjadi indikator kesehatan ekosistem hutan yang mereka huni.

Namun, burung Cenderawasih juga menghadapi ancaman kepunahan. Salah satu ancaman utama adalah hilangnya habitat mereka akibat deforestasi dan perambahan manusia.

Perburuan ilegal juga menjadi ancaman serius bagi beberapa spesies burung Cenderawasih yang memiliki bulu yang indah dan bernilai tinggi di pasar gelap.

Untuk melindungi burung Cenderawasih, langkah-langkah konservasi perlu diambil.

Beberapa upaya yang dilakukan termasuk pembentukan taman nasional dan kawasan konservasi, pengawasan terhadap perdagangan ilegal, dan pendidikan masyarakat tentang pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem hutan.

Burung Cenderawasih adalah salah satu harta karun alam Indonesia yang perlu kita jaga dan lindungi. Keindahan dan keunikan mereka membuat mereka menjadi daya tarik yang tak ternilai.

Dengan upaya konservasi yang berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa burung Cenderawasih tetap ada untuk dinikmati oleh generasi mendatang.

 

Sumber : jurnalflores.co.id

Perlu Diketahui!, Mengapa Burung Cendrawasih Kuning Besar Disebut Bird of Paradise?

Perlu Diketahui!, Mengapa Burung Cendrawasih Kuning Besar Disebut Bird of Paradise? (Pinterest.com)

JURNAL FLORES | FLORA & FAUNA – Burung jantan memiliki warna yang lebih mencolok daripada burung betina, dan beberapa spesies bahkan memiliki bulu yang sangat cerah dan berwarna-warni, makanya tidak heran juga burung ini disebut “Bird of Paradise” atau Burung Surga karena keindahannya yang diibaratkan turun dari langit.

Burung Cendrawasih Kuning Besar disebut Bird of Paradise karena memiliki keindahan bulu yang anggun dan tarian yang menarik saat musim kawin.

Nama Bird of Paradise juga berasal dari kepercayaan pribumi bahwa burung ini tak berkaki dan tak pernah mendarat, sehingga dianggap sebagai burung surgawi yang hanya ada di surga.

Nama ilmiah Burung Cendrawasih Kuning Besar adalah Paradisaea apoda yang berarti “cendrawasih tak berkaki”.

Populasi Burung Cendrawasih Kuning Besar rentan karena perburuan sebagai cinderamata dan eksistensinya sudah menurun drastis.

Burung Cendrawasih Kuning Besar dievaluasi berisiko rendah karena umum ditemukan di rentang habitatnya.***

Fakta Menarik tentang Cendrawasih, Si Burung Surga yang Indah

adingmu.com – Burung cenderawasih yang terkenal adalah salah satu tanaman dan hewan indah yang ditemukan di pulau Papua. Makhluk aves ini dikenal dengan sebutan “The Bird of Paradise” karena keindahannya.

Oleh karena itu, tak heran jika cenderawasih menjadi salah satu primadona Papua. Undang-undang melindungi burung ini sebagai spesies yang terancam punah, sehingga Anda tidak boleh memburunya.

Memahami Burung Cendrawasih

Cendrawasih termasuk dalam keluarga Paradisaeidae dan ordo Passeriformes. Diperkirakan ada sekitar 30 spesies Cendrawasih di Indonesia, dimana 28 spesies di antaranya dapat ditemukan di Papua, menurut laman WWF.

Setiap spesies cendrawasih memiliki ukuran yang berbeda. Contohnya adalah spesies Cendrawasih Raja, yang berukuran sekitar 15 cm, dan spesies Cendrawasih Hitam yang panjangnya mencapai 110 cm.

Cendrawasih Kuning Besar, atau Paradisaea apoda, adalah salah satu spesies cendrawasih yang paling terkenal dan sering ditemui. Burung ini termasuk dalam genus Paradisaea.

Warna bulu yang cerah dan menarik perhatian, seperti warna hijau, biru, kuning, dan merah pada cenderawasih. Nama umum untuk spesies ini termasuk spesies Cendrawasih Kuning Kecil dan Cendrawasih Merah, yang mengacu pada warna utamanya.

Fakta-fakta Menarik Tentang Burung Cendrawasih

Fakta-fakta mengenai cendrawasih cukup menarik. Simak fakta-fakta di bawah ini, yang diambil dari berbagai sumber.

Sebenarnya ada banyak fakta menarik mengenai cenderawasih. Penasaran? Simak pembahasan lengkapnya dalam artikel ini.

1. Disebut sebagai “Burung Cendrawasih”

Burung cendrawasih dikenal sebagai “Bird of Paradise” karena alasan tertentu. Cendrawasih digambarkan sebagai burung dengan bulu-bulu yang indah dan menawan, terutama pada burung jantan.

Bulu-bulu yang berwarna-warni pada cendrawasih jantan membuat mereka indah untuk dilihat dari kejauhan. Karena itu, ada pasar yang besar untuk bulu burung ini.

2. Mempraktikkan Ritual Perkawinan Khusus

Tampaknya, Cendrawasih jantan menggunakan bulu-bulu berwarna cerah untuk memikat Cendrawasih betina. Si jantan bahkan bisa menari untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

Cendrawasih jantan akan menari sambil menunjukkan bentuk tubuh dan kelenturan bulu mereka, yang menonjolkan keindahan warna bulu mereka. Ya, mereka memang mempersiapkannya sematang mungkin, sampai-sampai mereka harus membersihkan paruhnya sebelum menari.

3. Habitat burung cenderawasih

Fakta menarik kedua adalah bahwa Indonesia bagian timur, termasuk pulau-pulau di Selat Torres, Papua, Papua Nugini, dan Australia bagian timur, merupakan rumah bagi burung cenderawasih. ‘Burung Cendrawasih’ ini dulunya hidup di dataran rendah, hutan yang rimbun.

4. Termasuk Satwa Liar yang Dilindungi

Menurut WWF, cenderawasih adalah spesies yang terancam punah. Karena para pemburu dapat dengan mudah mengincar hewan ini untuk diambil bulunya yang indah.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia setuju bahwa cenderawasih adalah satwa yang dilindungi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Artinya, berburu, merusak, membunuh, dan memperdagangkan cenderawasih adalah tindakan ilegal. Bagi yang melanggar undang-undang tersebut akan dikenakan denda maksimal Rp 100 juta dan hukuman 5 tahun penjara.

Topik tentang fakta menarik tentang cenderawasih kini telah selesai. Apakah Anda ingin merasakan daya tarik eksotis Cendrawasih secara langsung?

 

Sumber : madingmu.com

Mempunyai Makna Khusus, Berikut Fakta Burung Cendrawasih!

Burung Cendrawasih memiliki makna khusus, berikut fakta menariknya-Freepik-

JEKTVNEWS.COM – Cendrawasih sendiri merupakan burung khas Papua yang memiliki keindahan dan juga daya tarik yang amat mempesona. Tak heran jika burung ini dijadikan simbol dari tanah Papua.

Simbol burung Cendrawasih Papua mempunyai makna khusus bagi masyarakat Papua. Burung ini dipandang sebagai simbol keindahan dan keanggunan, serta sebagai perlambang kemakmuran, kekuatan, dan keberanian.

Cendrawasih Papua juga dianggap sebagai simbol kesuburan, keberhasilan, dan keberuntungan.

Namun, warna pada simbol burung Cendrawasih Papua juga mempunyai makna khusus. Warna pada burung Cendrawasih Papua terdiri dari warna merah, kuning, hijau, dan putih. Keempat warna ini mempunyai makna yang berbeda-beda.

Warna merah pada burung Cendrawasih Papua melambangkan kekuatan dan keberanian. Warna ini juga dianggap sebagai warna yang membawa keberuntungan dan keberhasilan.

Warna kuning pada burung Cendrawasih Papua melambangkan kemakmuran dan keberuntungan. Warna ini juga dianggap sebagai warna yang membawa keberhasilan dan kesuksesan.

Warna hijau pada burung Cendrawasih Papua melambangkan kesuburan dan keberhasilan. Warna ini juga dianggap sebagai warna yang membawa kedamaian dan kesejahteraan.

Warna putih pada burung Cendrawasih Papua melambangkan kesucian dan kebersihan. Warna ini juga dianggap sebagai warna yang membawa kedamaian dan kebahagiaan.

Dengan memahami makna warna pada simbol burung Cendrawasih Papua, masyarakat Papua dapat menghargai keindahan dan kekuatan burung ini dengan lebih baik.

Masyarakat Papua juga dapat memanfaatkan makna warna ini untuk mencapai keberuntungan, keberhasilan, dan kesuksesan dalam kehidupan mereka.

 

Sumber : jektvnews.disway.id

Kilas Balik Sejarah Interaksi Papua dan Negara-negara Eropa dalam Perburuan Cenderawasih

Bulu burung cenderawasih telah menjadi hiasan pada topi kaum bangsawan Eropa pada awal abad 20 (sumber: Kirch, 2006)

Siapa yang tidak kenal dengan burung cenderawasih? Sudah pasti burung ini dikenal identik dengan pulau paling timur Indonesia, yaitu Pulau Papua. Cenderawasih adalah satwa endemik Indonesia Timur, khususnya di Pulau Papua dan Maluku. Burung ini merupakan famili Paradisaeidae yang terdiri dari 42 species.
Dari 42 spesies yang tersebar di dunia, 36 di antaranya hidup di Pulau New Guinea (Papua dan PNG), Maluku; terutama kepulauan Aru, dan Australia (Beehler, 1989).

Terkhusus di Papua-Indonesia, terdapat 28 jenis cenderawasih. Meskipun begitu, jauh sebelum masyarakat Indonesia secara umum mengenal adanya burung surga ini, nun jauh di Eropa, justru keindahan bulu burung ini sudah terkenal di kalangan bangsawan. Mereka menggunakannya untuk menghiasi perhiasan dan topi-topi kaumnya.

Literatur tertua yang pertama kali memunculkan gambar burung cenderawasih adalah pada buku “The Famese Hours” yang merupakan buku doa di Spanyol pada tahun 1522. Pada bulan September 1522, Kapal Victoria (kapal Kerajaan Spanyol) telah menyelesaikan pelayaran panjangnya mengelilingi dunia selama tiga (3) tahun.

Setelah kembali ke Spanyol, ternyata kapal ini juga membawa burung-burung cenderawasih yang sudah mati (diawetkan) tanpa kaki dan sayap. Burung ini sangat cantik sehingga dipersembahkan kepada Raja Spanyol. Kru kapal Victoria mencatat bahwa burung ini diberikan oleh Sultan Bacan dari Kepulauan Tidore-Maluku (tujuan jalur rempah Spanyol).

Menariknya, dari literatur tua ini, dapat ditemukan bahwa penggunaan kata “paradise” pada nama “birds of paradise” dipakai karena orang-orang Eropa yang diberikan burung ini tidak pernah melihat burung ini terbang; hanya diberikan ketika sudah mati dan diawetkan.

Sehingga mereka menyampaikan kepada kerajaan di Spanyol bahwa burung cenderawasih ini tidak mempunyai sayap, tidak pernah terbang dan hanya terbang ketika ditiup oleh angin (Laman & Scholes, 2012). “They have no wings, but instead of them long deathers of different colors, like plumes…… They never fly, except when the wind blows, the people told us that those birds come from the terrestrial paradise, and they called them bolon diuata, that is to say, Birds of God”.
Sumber: The Famese Hours dalam Buku “Birds of Paradise” Tim Laman & Ed Scholes 2012.

Meskipun publikasi terkait burung cenderawasih sudah ada sejak tahun 1500an di Eropa, tingginya permintaan akan bulu cenderawasih terjadi pada dua dekade pertama Abad ke-20. Pada periode ini, topi yang dihiasi bulu burung merupakan gaya/style yang terkenal di antara kaum kosmopolitan Eropa dan Amerika.

Salah satu bulu burung yang sangat diidamkan adalah burung cenderawasih dari Pulau Papua dan Maluku. Pada tahun 1905 hingga 1920, tercatat sebanyak 30.000-80.000 burung cenderawasih diekspor pada pelelangan bulu burung di London, Paris, dan Amsterdam. Tingginya permintaan bulu cenderawasih menyebabkan pemburu dari Malay, Cina, dan Australia mencari burung cenderawasih ini (Kirch, 2006).

Lalu, bagaimana catatan sejarah terkait perjual-belian burung cenderawasih dari Papua ini? Ada beberapa catatan penting yang dapat ditemukan dalam buku-buku karya antropolog seperti Karl Muller, Stuart Kirsch, J.W. Schoorl, dan Margaretha Pangau-Adam et all.

Publikasi para peneliti ini menunjukkan bahwa daerah utama perburuan cenderawasih ialah di Nimboran (saat ini Nimbokrang) di Kabupaten Jayapura, dan wilayah Papua Selatan yaitu daerah Kabupaten Boven Digul (di antara Ok Tedi dan Fly River).

Daerah pedalaman Nimboran (Nimbokrang), di sebelah barat Danau Sentani, menjadi daerah yang pertama kali mengalami kontak dengan para pemburu burung Cenderawasih pada akhir tahun 1890an (Muller, 2011). Burung Cenderawasih biasanya diburu dengan menggunakan ketapel atau senapan angina (Pangau-Adam & Noske, 2010).

Selain itu, metode pemburuan yang sering digunakan adalah menunggu hingga burung ini hinggap pada pohon tempat bermain atau tempat mencari minum di dekat tanah (Bulmer, 1968).

Interaksi intensif antara masyarakat suku Muyu dengan kaum pendatang juga disebabkan oleh perjual-belian burung cenderawasih yang terjadi pada tahun 1914-1926. Burung ini diburu dan dijual dari suku asli kepada pedagang Indonesia dan Cina.

Sebagai barter, burung cenderawasih ditukarkan dengan barang-barang dari luar seperti pisau dan kapak. Anak-anak muda suku asli seringkali turun langsung bersama para pemburu untuk mencari burung cenderawasih. Hal inilah yang menjadi pintu utama nilai-nilai Barat mulai dikenalkan kepada masyarakat Muyu (Schoorl, 1970).

Selain suku Muyu, Stuart Kirch dalam tulisannya “History and The Birds of Paradise” menuliskan bahwa suku Yonggom juga berinteraksi dengan bangsa Eropa pada tahun 1873 dalam perdagangan burung Cenderawasih jenis Paradisaea Apoda (cenderawasih kuning besar).

Suku Yonggom berada di antara Ok Tedi dan sungai suku Muyu. Daerah ini memiliki sebaran Cenderawasih Kuning Besar yang banyak sehingga pada periode “Plume Boom” (ledakan bulu), sebuah istilah untuk periode fashion bulu burung di Eropa, spesies cenderawasih ini pula yang banyak dikirim ke sana (Eropa).

Sebagai alat tukarnya, para pemburu dan pembeli cenderawasih memberikan alat-alat seperti pisau dan kapak yang dinilai tinggi oleh Suku Yonggom karena mengurangi tenaga mereka saat harus menebang pohon.

Sementara itu, para pemburu juga berjualan tembakau dan manik-manik porselen putih untuk bisa mendapatkan makanan selama berburu. Burung cenderawasih ini diburu pada bulan April-September saat musim kawin tiba (Kirch, 2006).

Kisah perburuan cenderawasih seperti yang ditemukan dari literatur-literatur di atas menjadi saksi sejarah bahwa manusia memegang peranan penting untuk melindungi dan menjaga hutan Papua agar turut melestarikan burung cenderawasih. Mari kita jaga bersama hutan Papua agar anak cucu kita masih bisa melihat burung Cenderawasih ini.

Referensi
Beehler, B. M. (1989). The Birds of Paradise. 261(6), 116–123. https://doi.org/10.2307/24987520
Bulmer, R. (1968). The Strategies of Hunting in New Guinea. In Source: Oceania (Vol. 38, Issue 4).
Kirch, S. (2006). HISTORY AND THE BIRDS OF PARADISE: Surprising Connection from New Guinea. www.museum.upenn.edu/expedition15
Laman, T., & Scholes, E. (2012). Birds of Paradise. National Geographic Society .
Muller, K. (2011). Pesisir Utara Papua.
Pangau-Adam, M., & Noske, R. A. (2010). Wildlife Assessment and Traditional Ecological Knowledge (TEK) in Indonesian New Guinea (Papua and Papua Barat) View project Seasonal movements of birds in SE Queensland View project. https://www.researchgate.net/publication/244994960
Schoorl, J. W. (1970). NEW GUINEA RESEARCH. The New Guinea Research Unit, The Australian National University .
WWF Indonesia. (2023). Species Cenderawasih .

(*Floranesia Lantang)
*Penulis adalah Dosen di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pelita Harapan.

 

Sumber : fokuspapua.com

Cendrawasih Kuning Besar, “Bird of Paradise” yang Kian Rentan

Saat musim kawin, cendrawasih jantan menari dan bergoyang untuk memikat betina. Foto: Freepik

Burung Cendrawasih kuning besar terkenal sebagai endemik yang indah. Pada musim kawin, burung Cendrawasih kuning besar jantan akan melakukan tarian dengan bergoyang-goyang untuk menarik betina sembari bersiul. Namun, di balik indahnya burung Cendrawasih kuning besar (Paradisaea apoda) populasinya rentan, eksistensinya pun sudah menurun drastis.

Nama Paradisaea apoda berarti “Cendrawasih tak berkaki” tak lepas dari peran Carolus Linnaeus pada awal perdagangannya ke Eropa. Spesies ini seolah tanpa sayap dan kaki oleh para pribumi sebagai hiasan.

Hal ini luput dari penjelajah asing. Sehingga mereka percaya bahwa burung ini tak berkaki dan tak pernah mendarat dan berada di udara. Itulah kenapa burung ini juga disebut sebagai “Bird of Paradise”

Morfologi dan Ciri-Ciri 

Di antara genus Paradisaea, spesies ini berukuran paling besar, panjangnya mencapai sekitar 43 sentimeter. Tubuhnya berwarna cokelat marun serta bermahkota kuning. Bagian tenggorokannya berwarna hijau zamrud dan bantalan dadanya cokelat kehitaman.

Burung jantan Cendrawasih kuning besar mempunyai panggul besar dan berwarna kuning dengan sepasang ekor kawat yang panjang. Sedangkan betina berbulu cokelat marun dan tak bergaris.

Melalui Undang-Undang No 5 Tahun 1990 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 301/KptsII/1992, spesies ini termasuk salah satu burung yang pemerintah lindungi.

Ditinjau dari tingkat kelangkaannya, sesuai dengan kategori yang IUCN Red Data Book gunakan, burung Cendrawasih (Paradisaea apoda) termasuk kategori 2. Satwa ini populasinya jarang atau terbatas dan mempunyai risiko punah (Restricted/Rare).

Habitat dan Distribusi 

Spesies Cendrawasih kuning besar terkenal hidup menyendiri di pegunungan hutan tropis dan bersarang di atas pohon yang tinggi dan besar. Meski demikian, mereka juga kerap berada di semak-semak belukar.

Sarang burung Cendrawasih terbuat dari dahan-dahan atau lubang pohon. Mereka tersebar di hutan dataran rendah dan bukit di barat daya Pulau Irian dan Pulau Aru, Maluku Indonesia. Mereka biasa makan biji-bijian, buah-buahan hingga serangga kecil.

Perilaku dan Kebiasaan 

Burung Cendrawasih merupakan jenis yang sangat peka terhadap lingkungan. Jika lingkungan kebera­daannya terusik atau terganggu, maka jenis ini akan mencari lingkungan baru yang lebih aman.

Jenis pohon yang sangat burung Cendrawasih gemari sebagai penyedia sumber pakan di antaranya seperti Areca catechu dan Eugenia spp. Jenis-jenis vegetasi inilah yang lebih sering mereka gunakan dan manfaatkan sebagai sumber pakan.

Sementara habitat kawin jenis pohon yang biasanya yaitu di Myristica fatua HouTT, Ficus benjamina, Diospyros lolin Bakh dan Eugenia rumphii MERR.

Spesies ini menyukai dahan yang tinggi untuk melakukan aktifitas kawinnya. Setelah kawin, betina Cendrawasih hanya dapat menghasilkan 2-3 telur saja.

Manfaat Cendrawasih Kuning Besar

Meski vegetasi penyedia sumber pakan, bersarang, bertengger dan kawin masih cukup tersedia, tetapi populasi “burung surga” ini rentan. Terutama Cendrawasih jantan yang rentan akan perburuan sebagai cinderamata.

Penduduk sekitar mulai berburu Cendrawasih untuk mereka jual dengan harga tertentu. Mereka biasa memburunya baik dalam keadaan mati maupun hidup.

Padahal, peran Cendrawasih penting bagi ekosistem alam. Kehadiran mereka di dalam hutan merupakan pertanda bahwa kualitas hutan tersebut masih dalam kondisi baik dan sehat.

Burung ini adalah bagian penting dari ekosistem hutan di Tanah Papua maupun di Kepulauan Maluku karena sebagian besar Cenderawasih adalah pemakan buah. Mereka berperan penting dalam penyebaran biji dan mengontrol populasi serangga dalam hutan.

Taksonomi Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda)

 

Sumber : greeners.co

Cenderawasih, Burung Cantik Ikonik Tanah Papua

Siapa sih yang tidak tahu burung yang satu ini? Burung ini merupakan satwa endemik yang hanya terdapat di wilayah Indonesia bagian Timur Papua, Papua Nugini, pulau-pulau selat Torres, dan Australia timur.

Burung Cenderawasih merupakan Famili Paradisaeidae yang memiliki 14 genus dan 43 spesies.

Penamaan Cenderawasih terdiri dari dua suku kata yaitu “Cendera” yang berarti dewa atau dewi dan “Wasih” yaitu utusan. Jadi burung cendrawasih dianggap sebagai burung urusan pada dewa dewi.

Burung Cenderawasih dijuluki sebagai “Bird of Paradise” atau burung surga berkat keindahan dan kecantikan warna bulu-bulunya, membuat siapa pun yang melihatnya menjadi terpikat.

Bulu pada Burung Cenderawasih memiliki warna yang mencolok, cerah, dan menarik seperti warna biru, orange, hijau, merah, hingga kuning.

Apakah kamu tahu, Alasan Burung Cendrawasih Langka?

1. Faktor Perburuan

Faktor pertama yaitu karena banyak di buru oleh manusia. Mereka mengambil bagian bulunya yg indah untuk dijadikan sebagai hiasan.
Bagi masyarakat papua, bulu tersebut dijadikan hiasan pakaian adat Papua khususnya hiasan kepala dalam ritual penyambutan tamu, ritual adat, atau pun ritual pernikahan.

Selain itu, pada zaman dahulu sekitar tahun 1522, burung cendrawasih dijadikan komoditas utama bangsa Eropa. Mereka menjual bulu satwa tersebut untuk dijadikan hiasan topi wanita.

2. Faktor Berkembang biak

Selain diburu, faktor lain yang membuat Burung ini langka yaitu Cenderawasih betina hanya bertelur dua atau tiga butir dalam satu masa kawin dalam setahun. Apabila perburuan terus dilakukan, maka dapat dipastikan punah dimasa yang akan datang.

Namun demikian, zaman semakin berkembang timbulah kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan satwa ini. Dengan upaya untuk menjaga keaslian ekosistem serta populasinya.

Kamu harus tahu nih, Burung Cenderawasih yang biasa kita lihat yaitu genus Paradisaea yaitu jenis Cenderawasih kuning besar (Paradisaea apoda).

Berikut beberapa spesies Burung Cenderawasih yang terdapat di Indonesia,

1. Cenderawasih Astrapia Arfak (Astrapia nigra)

2. Cenderawasih Astrapia Ekor Pita (Astrapia Mayeri)

3. Cenderawasih Paradigala Ekor Panjang (Paradigalla carunculata)

4. Cenderawasih Belah Rotan (Cicinnurus magnificus)

5. Cenderawasih Mati Kawat (Seleucidis melanoleuca)

6. Cenderawasih Raja (Cicinnurus regius)

7. Cenderawasih Botak (Cicinnurus respublica)

8. Cenderawasih Parotia Arfak (Parotia sefilata)

9. Cenderawasih Pale-billed Sicklebill (Drepanornis Bruijnii)

10. Cenderawasih Toowa Cemerlang (Lophorina magnifica)

Yuk selamatkan satwa langka dengan cara melestarikan habitat dan populasi aslinya agar tidak punah.

Semoga Bermanfaat, ya!.

 

Sumber : kompasiana.com

Asal-usul Burung Cendrawasih, Tokoh dan Pesan Moral

Burung Cendrawasih.(Shutterstock/Wisnu Yudowibowo)

Burung Cendrawasih memiliki bulu-bulu yang indah seperti bidadari. Burung Cendrawasih masuk dalam spesies Paradisaeidae dari ordo Passeriformes. Satwa ini ditemukan di Indonesia bagian timur Papua, Papua New Guinea, Australia Timur, dan pulau-pulau selat Torres. Dibalik keindahannya, Burung Cendrawasih menjadi salah legenda yang merupakan cerita rakyat Papua Barat. Dikutip dari buku cerita rakyat Papua Barat ‘Cenderawasih Si Burung Bidadari’ yang ditulis Dwi Pratiwi menceritakan tentang asal-usul Burung Cenderawasih.

Burung Cendrawasih  Asal-usul Burung Cendrawasih Legenda asal-usul Burung Cendrawasih menceritakan kisah seorang anak bernama Kweiya yang tinggal bersama ibu Baria, bapak tiri (Pak Bone) dan adik tirinya, Niko dan Kiara.

Suatu hari Kweiya tidak ikut ayah dan ibu ke ladang. Kweiya mengajari dua adiknya belajar menganyam noken, tas papua yang terbuat dari serat kayu.

Niko, salah satu adik tiri Kweiya, merasa putus asa karena tidak bisa membuat noken, dia malah mengulur-ulur benang.

Kweiya menegurnya, karena benang yang sudah terulur susah dijalin.

Niko tidak menghiraukan perkataan kakaknya. Ia tetap mengulur benang menjadi tidak beraturan.

Kweiya tidak banyak bicara, namun ia langsung mengambil benang yang diulur Niko lalu masuk ke dalam rumah dengan sedikit kesal.

Kiara, adik tiri Kweiya, memanggil kakaknya yang tidak keluar-keluar dari dalam rumah.

Ternyata di dalam rumah, Kweiya bersembunyi di salah satu sudut rumah sambil memintal benang. Pintalan benang itu akan digunakan untuk membuat sayap.

Saat bapak dan ibu pulang dari ladang, mereka ikut mencari Kweiya setelah mendengar peristiwa yang menyebabkan Kweiya pergi meninggalkan kedua adiknya.

Beramai-ramai, mereka mencari sambil memanggil-manggil nama Kweiya, namun yang terdengar justru suara burung.

Setiap nama Kweiya dipanggil yang menjawab malah suara burung.

Suara itu ternyata suara Kweiya yang telah menyisipkan pintalan benang pada ketiaknya. Lalu, ia melompat ke atas bubungan rumah dan terbang ke salah satu dahan pohon di sekitar rumah.

Ternyata, Kweiya telah berubah menjadi burung yang sangat indah dengan bulu berwarna-warni.

Mengetahui hal tersebut, ibu Baria menangis tersedu-sedu sambil meminta benang pintalan. Ia sampai duduk bersimpuh sambil menatap burung yang ada dahan pohon.

Ibu Baria masih tidak percaya dengan pemandangan yang ada dihadapannya. Lalu, ia menanyakan pada Kweiya yang telah berubah menjadi burung tentang benang pintalan untuknya.

Kweiya memberitahu bahwa benang pintalan disisipkan di dalam payung tikar.

Ibu Baria segera mencari benang pintalan dan menyisipkan pada ketiaknya. Seketika, ibu Baria berubah menjadi seekor burung. Setelah itu, ia mengepak-ngepak sayapnya dan menyusul Kweiya bertengger di dahan pohon.

Sementara bapak dan kedua adik tiri Kweiya hanya bisa pasrah menerima peristiwa ajaib itu. Lalu, Pak Bone memberi nama burung itu manbefor.

Untuk mengungkapkan rasa sayang pada ibu Baria dan Kweiya, Kiara dan Niko menutup wajahnya dengan kain hitam. Seketika, mereka berubah menjadi burung dan terbang ke hutan rimba menyusul ibu Baria dan Kweiya.

Itulah sebabnya di hutan rimba Papua dipenuhi beragam burung, selain Burung Cendrawasih.

Burung Manbefor yang sekarang dikenal sebagai Burung Cendrawasih sangat terkenal dengan keindahan bulunya.

Pesan Moral Legenda Burung Cendrawasih

Cerita ini mengajarkan bahwa keluarga selalu dapat diandalkan. Keluarga akan melakukan apa saja untuk memberikan dukungan. Untuk itu itu, keluarga adalah keutamaan yang dimiliki dalam hidup. Editor: Sri Anindiati Nursastri

Sumber: Kompas.com