Skip to main content
Berita

6.350 Kura-kura Moncong Babi (Carettochelys Insculpta) Dipulangkan ke Asmat

By Februari 13, 2015April 15th, 2025No Comments

Penggagalan upaya penyelundupan kura-kura moncong babi selundupan di Bandara Mozes Kilangin beberapa waktu lalu kemudian berujung pada terungkapnya jaringan perdagangan gelap di Bali dan Jakarta. Setelah tukik kura-kura moncong babi disita, mereka langsung dikirim ke Timika. Bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan Badan Karantina Hewan setempat, PTFI melalui bagian lingkungan hidup dan konservasi alam Departemen Lingkungan Hidup kembali membantu dan memfasilitasi upaya pengembalian satwa liar ini ke habitat aslinya di Papua.

Setelah penyitaan, kura-kura tersebut ditampung dan dikembalikan ke kondisi sehat di tempat karantina hewan selama beberapa minggu. Setelah pulih, mereka siap dikembalikan ke habitat aslinya di perairan Kabupaten Asmat. Pelepasliaran penyu ke alam liar tersebut dilakukan atas kerja sama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan BBKSDA Papua, dengan dukungan dari PTFI.

Pada Sabtu (7/2), penyu moncong babi tersebut diterbangkan menggunakan helikopter Airfast milik PTFI ke Kabupaten Asmat. Setibanya di Bandara Ewer Kabupaten Asmat, penyu tersebut kemudian diangkut dengan speedboat ke Agats. Pelepasliaran 6.350 tukik penyu moncong babi ke alam liar tersebut dilakukan pada Minggu (8/2) di daerah rawa Rawa Baki, Kampung Atsi, Distrik Agats, Kabupaten Asmat.

Kepala BBKSDA Papua Gulung Nababan yang secara langsung mengawal pelepasliaran ke alam liar di Asmat mengatakan, “Penyu moncong babi rentan diperdagangkan secara ilegal karena harganya yang mahal. Satwa langka dan terancam punah ini bahkan diselundupkan ke luar negeri, ke China, Thailand, dan Jepang. Ini menjadi tanggung jawab besar dan menantang bagi kita. Kura-kura moncong babi hanya ditemukan di perairan Papua bagian selatan. Jika perdagangan besar-besaran kura-kura moncong babi ini terus berlanjut, suatu saat nanti mereka akan punah. Perlu kerja sama maksimal antara kepolisian, Balai Karantina, BKSDA, dan pemerintah. Kami (BKSDA) sangat berhati-hati dalam menangani masalah ini mengingat kepentingan yang terlibat, diperlukan sistem perlindungan dan konservasi agar kita dapat melestarikan kura-kura endemik Asmat ini di habitat aslinya.”

Pada kesempatan yang sama, Gulung Nababan juga mengucapkan terima kasih kepada PTFI yang telah membantu dan bekerja sama sejak beberapa tahun terakhir. “Saya sebagai perwakilan BBKSDA Papua mengucapkan terima kasih kepada PT Freeport Indonesia yang telah memfasilitasi, mulai dari pengiriman dari Jakarta, Bali, hingga pelepasan di daerah asalnya.” Ujarnya.

Pelepasan kura-kura moncong babi ke alam liar mendapat respons positif dari Pemerintah Asmat. Asisten III Sekretaris Daerah Kabupaten Asmat, Muhammad Iqbal menyambut kedatangan kura-kura moncong babi di Pelabuhan Agats, Sabtu (7/2). Muhammad Iqbal mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat atas kerja kerasnya, dan kepada PTFI atas dukungannya dalam mengembalikan satwa tersebut ke habitat aslinya.

Sejak tahun 2006, PTFI memfasilitasi pemulangan kura-kura moncong babi sebagai bagian dari komitmen perusahaan yang beroperasi di Papua untuk melestarikan keanekaragaman hayati yang tinggi di wilayah tersebut. PTFI telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan melalui BBKSDA Papua sejak tahun 2006. Pada tahun 2013, sebanyak 26.000 ekor kura-kura moncong babi telah dilepasliarkan ke alam liar. Pada awal tahun 2014, perusahaan kembali berpartisipasi dalam kerja sama pelepasan 2.534 ekor penyu ke perairan Otakwa di Kabupaten Mimika Timur, dan 5.553 ekor lainnya ke rawa Rawa Baki di Asmat.

Hewan air ini merupakan hewan asli Indonesia, khususnya Papua. Kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) atau yang dikenal juga dengan kura-kura sungai lalat dapat ditemukan di sungai-sungai Papua. Kura-kura ini merupakan hewan air murni karena menghabiskan seluruh hidupnya di air. Kura-kura ini hanya menjelajah daratan saat hendak bertelur. Ciri khas kura-kura ini adalah kakinya yang berselaput, mirip dengan kura-kura laut, yang membuatnya dapat beradaptasi dengan baik dengan kehidupan air. Kura-kura ini memperoleh nama ‘moncong babi’ karena moncongnya yang mirip dengan moncong babi. Kura-kura ini memiliki tempurung (karapas) yang lebih tebal daripada kebanyakan kura-kura lainnya, meskipun lebih mirip dengan spesies bercangkang lunak. Sama seperti kura-kura lainnya, tubuh bagian atas mereka ditutupi oleh karapas, dan mereka memiliki kaki berwarna abu-abu gelap, sedangkan tubuh bagian bawah mereka berwarna lebih cerah, yang memberi mereka kamuflase terhadap predator. Kura-kura moncong babi tumbuh hingga ukuran yang cukup besar, dan dapat berbobot hingga 22,5 kg dan panjangnya mencapai 56 cm. (Hendrikus)

 

Sumber: ptfi.co.id