
Burung Cenderawasih Kuning-Besar (Paradisaea apoda) tidak hanya memikat karena bulunya yang indah, tetapi juga dari ritual kawinnya yang unik dan memukau. Di hutan tropis Papua, burung jantan menampilkan tarian lek yang spektakuler—bukan sekadar proses biologis, melainkan sebuah “pertunjukan alam” yang menjadi bukti nyata keajaiban evolusi dan seleksi bereproduksi.
Tarian Megah di Musim Kemarau
Saat musim kemarau, antara bulan Juni hingga Oktober, aktivitas lekking Cenderawasih Kuning-Besar mencapai puncaknya. Setiap pagi sebelum matahari bersinar cerah, burung jantan akan memilih pohon tertinggi sebagai “panggung pertunjukan.” Dari sana, mereka mulai menari dengan gerakan khas sambil membuka dan mengibaskan bulu-bulu panjang berwarna kuning keemasan, menciptakan tampilan yang benar-benar memukau. Tidak hanya menari, burung jantan juga melantunkan suara panggilan khas yang bisa terdengar dari jauh. Suara ini berfungsi memikat betina sekaligus menunjukkan dominasi kepada pesaing jantan. Menariknya, dalam satu lokasi lekking, beberapa jantan juga tampil bersamaan, menjadikan kondisi ini seperti arena kompetisi spektakuler.
Sang Betina, Juri Sejati di Arena Lekking
Betina cendrawasih kuning-besar sangat selektif dalam memilih pasangan. Para betina tidak serta-merta menerima semua jantan yang unjuk gigi di lekking site. Dari kejauhan, ia mengamati tarian, postur tubuh, hingga kilau bulu para jantan, seolah sedang menilai “penampilan terbaik”. Proses ini bisa memakan waktu lama—hari demi hari, bahkan sampai berminggu-minggu. Hanya jantan dengan tarian paling memesona, tubuh proporsional, dan bulu rapi berkilau yang menjadi peluang untuk dipilih.

Empat individu cendrawasih kuning besar jantan sedang bertengger dan melakukan serangkaian gerakan tarian khas untuk menarik pasangan.
Jika hatinya sudah terpikat, betina akan mendekat dengan gerakan tenang atau memberi isyarat suara kecil sebagai tanda setuju. Perkawinan pun berlangsung singkat, hanya sekali dalam satu pertemuan. Setelah itu, betina segera pergi, membangun sarangnya sendiri, dan mengurus keturunannya tanpa campur tangan sang jantan—sebuah potret kemandirian yang luar biasa.
Ketatnya Persaingan di Arena Lekking
Hal yang cukup menarik, dalam satu musim kawin hanya sedikit jantan yang benar-benar sukses mendapatkan pasangan. Sebagian besar lainnya harus pulang dengan “tangan kosong”. Ini menjadi bukti betapa ketatnya persaingan di arena lekking—hanya jantan dengan penampilan paling prima dan tarian paling memukau yang bisa memenangkan hati betina. Sementara itu, para jantan yang gagal tidak akan menyerah. Mereka akan kembali mencoba di musim berikutnya, atau bahkan pindah ke lekking areal lain untuk mencari peluang baru.
Strategi Cerdas Reproduksi Cenderawasih
Penelitian IPB dan TSE Group yang telah dilakukan pada tahun 2022 mengungkap pola unik dalam perilaku kawin Cenderawasih Kuning-Besar. Alih-alih bertepatan dengan puncak musim buah, musim kawin justru terjadi lebih awal. Strategi ini ternyata sangat cerdas: ketika piyik menetas dan membutuhkan banyak asupan, pohon-pohon pakan sudah berbuah lebat. Sinkronisasi alami ini memastikan anak burung mendapatkan sumber makanan yang cukup sejak awal kehidupannya, sekaligus menjadi bukti bagaimana evolusi membentuk keseimbangan antara perilaku satwa dan ketersediaan sumber daya alam.